Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah
Pasal 1
1. Administrasi Pemerintahan adalah
tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau
pejabat pemerintahan.
3. Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan
pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.
4. Atasan Pejabat adalah atasan pejabat langsung yang mempunyai kedudukan dalam organisasi atau strata pemerintahan yang lebih tinggi.
4. Atasan Pejabat adalah atasan pejabat langsung yang mempunyai kedudukan dalam organisasi atau strata pemerintahan yang lebih tinggi.
5. Wewenang adalah hak yang
dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya
untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
6. Kewenangan Pemerintahan yang
selanjutnya disebut Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
7. Keputusan Administrasi
Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi
Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
8. Tindakan Administrasi
Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan
atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan
konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
11. Keputusan Berbentuk Elektronis
adalah Keputusan yang dibuat atau disampaikan dengan menggunakan atau memanfaatkan
media elektronik.
15. Warga Masyarakat adalah seseorang
atau badan hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindakan.
16. Upaya Administratif adalah
proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan Administrasi Pemerintahan
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan dan/atau Tindakan yang merugikan.
17. Asas-asas Umum Pemerintahan
yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai
acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan
dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 2
Undang-Undang tentang
Administrasi Pemerintahan dimaksudkan sebagai salah satu dasar hukum bagi Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan, Warga Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang
terkait dengan Administrasi Pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 3
Tujuan Undang-Undang tentang
Administrasi Pemerintahan adalah:
a. menciptakan tertib
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan;
b. menciptakan kepastian hukum;
c. mencegah terjadinya
penyalahgunaan Wewenang;
d. menjamin akuntabilitas Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan;
e. memberikan pelindungan hukum
kepada Warga Masyarakat dan aparatur pemerintahan;
f. melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan menerapkan AUPB; dan
g. memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat.
Pasal 10
(1) AUPB yang dimaksud dalam
Undang-Undang ini meliputi asas:
a. kepastian
hukum;
b.
kemanfaatan;
c.
ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak
menyalahgunakan kewenangan;
f.
keterbukaan;
g. kepentingan
umum; dan
h. pelayanan
yang baik.
(2) Asas-asas umum lainnya di
luar AUPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan sepanjang dijadikan
dasar penilaian hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap.
Pasal 17
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.
(2) Larangan penyalahgunaan
Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. larangan
melampaui Wewenang;
b. larangan
mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. larangan
bertindak sewenang-wenang.
Pasal 18
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. melampaui
masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
b. melampaui
batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
c.
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. di luar
cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau
b.
bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.
(3) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. tanpa dasar
Kewenangan; dan/atau
b.
bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 19
(1) Keputusan dan/atau Tindakan
yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui Wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (1) serta Keputusan
dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (3)
tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
(2) Keputusan dan/atau Tindakan
yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dan Pasal 18 ayat (2) dapat dibatalkan
apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 21
(1) Pengadilan berwenang
menerima, memeriksa, dan memutuskan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan
Wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan.
(2) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk menilai ada
atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan.
(3) Pengadilan wajib memutus
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 21 (dua puluh satu)
hari kerja sejak permohonan diajukan.
(4) Terhadap putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara.
(5) Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara wajib memutus permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan banding diajukan.
(6) Putusan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mengikat.
Pasal 33
(1) Keputusan dan/atau Tindakan
yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang berwenang bersifat mengikat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
(2) Keputusan dan/atau Tindakan
yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang berwenang tetap berlaku hingga berakhir atau dicabutnya Keputusan atau dihentikannya
Tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(3) Pencabutan Keputusan atau
penghentian Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan oleh:
a. Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan; atau
b. Atasan
Badan dan/atau Atasan Pejabat yang mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan
apabila pada tahap penyelesaian Upaya Administratif.
Pasal 38
(1) Pejabat dan/atau Badan Pemerintahan
dapat membuat Keputusan Berbentuk Elektronis.
(2) Keputusan Berbentuk
Elektronis wajib dibuat atau disampaikan apabila Keputusan tidak dibuat atau
tidak disampaikan secara tertulis.
(3) Keputusan Berbentuk
Elektronis berkekuatan hukum sama dengan Keputusan yang tertulis dan berlaku sejak
diterimanya Keputusan tersebut oleh pihak yang bersangkutan.
(4) Jika Keputusan dalam bentuk
tertulis tidak disampaikan, maka yang berlaku adalah Keputusan dalam bentuk
elektronis.
(5) Dalam hal terdapat perbedaan
antara Keputusan dalam bentuk elektronis dan Keputusan dalam bentuk tertulis,
yang berlaku adalah Keputusan dalam bentuk tertulis.
(6) Keputusan yang mengakibatkan
pembebanan keuangan negara wajib dibuat dalam bentuk tertulis.
Pasal 40
Pihak-pihak dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan terdiri atas:
a. Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan; dan
b. Warga Masyarakat sebagai
pemohon atau pihak yang terkait.
Pasal 41
(1) Warga Masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 huruf b dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu)
penerima kuasa untuk mewakili dalam prosedur Administrasi Pemerintahan, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang.
(2) Jika Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan menerima lebih dari satu surat kuasa untuk satu prosedur Administrasi
Pemerintahan yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan mengembalikan kepada pemberi kuasa untuk menentukan satu penerima
kuasa yang berwenang mewakili kepentingan pemberi kuasa dalam prosedur Administrasi
Pemerintahan.
(3) Penerima kuasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dapat menunjukkan surat pemberian kuasa secara
tertulis yang sah kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam prosedur
Administrasi Pemerintahan.
(4)…………………..
(5)…………………..
(6)…………………..
Pasal 46
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan memberikan sosialisasi kepada pihak-pihak yang terlibat mengenai
dasar hukum, persyaratan, dokumen, dan fakta yang terkait sebelum menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan yang dapat menimbulkan
pembebanan bagi Warga Masyarakat.
(2) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan klarifikasi dengan
pihak yang terkait secara langsung.
Pasal 47
Dalam hal Keputusan menimbulkan
pembebanan bagi Warga Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1),
maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib memberitahukan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, kecuali diatur lain
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 dan Pasal 47 tidak berlaku apabila:
a. Keputusan yang bersifat
mendesak dan untuk melindungi kepentingan umum dengan mempertimbangkan rasa
kemanusiaan dan keadilan;
b. Keputusan yang tidak mengubah
beban yang harus dipikul oleh Warga Masyarakat yang bersangkutan; dan/atau
c. Keputusan yang menyangkut
penegakan hukum.
Pasal 49
(1) Pejabat Pemerintahan sesuai
dengan kewenangannya wajib menyusun dan melaksanakan pedoman umum standar
operasional prosedur pembuatan Keputusan.
(2) Standar operasional prosedur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang dalam pedoman umum standar
operasional prosedur pembuatan Keputusan pada setiap unit kerja pemerintahan.
(3) Pedoman umum standar
operasional prosedur pembuatan Keputusan wajib diumumkan oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan kepada publik melalui media cetak, media elektronik, dan
media lainnya.
Pasal 50
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan, sebelum menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan,
harus memeriksa dokumen dan kelengkapan Administrasi Pemerintahan dari pemohon.
(2) Dalam melaksanakan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
menentukan sifat, ruang lingkup pemeriksaan, pihak yang berkepentingan, dan
dokumen yang dibutuhkan untuk mendukung penetapan dan/atau pelaksanaan
Keputusan dan/atau Tindakan.
(3) Dalam waktu paling lama 5
(lima) hari kerja sejak permohonan Keputusan dan/atau Tindakan diajukan dan
telah memenuhi persyaratan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib
memberitahukan kepada pemohon, permohonan diterima.
(4) Dalam waktu paling lama 5
(lima) hari kerja sejak permohonan Keputusan dan/atau Tindakan diajukan dan
tidak memenuhi persyaratan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib memberitahukan
kepada pemohon, permohonan ditolak.
Pasal 51
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada
setiap Warga Masyarakat untuk mendapatkan informasi, kecuali ditentukan lain
oleh undangundang.
(2) Hak mengakses dokumen
Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, jika
dokumen Administrasi Pemerintahan termasuk kategori rahasia negara dan/atau
melanggar kerahasiaan pihak ketiga.
(3) Warga Masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki kewajiban untuk tidak melakukan penyimpangan
pemanfaatan informasi yang diperoleh.
Pasal 52
(1) Syarat sahnya Keputusan
meliputi:
a. ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang;
b. dibuat
sesuai prosedur; dan
c. substansi
yang sesuai dengan objek Keputusan.
(2) Sahnya Keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan
dan AUPB.
Pasal 53
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
(3) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.
(4) Pemohon mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan.
(6) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan untuk melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak putusan Pengadilan ditetapkan.
Pasal 54
(1) Keputusan meliputi Keputusan
yang bersifat:
a.
konstitutif; atau
b. deklaratif.
(2) Keputusan yang bersifat
deklaratif menjadi tanggung jawab Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan
yang bersifat konstitutif.
Pasal 55
(1) Setiap Keputusan harus diberi
alasan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis yang menjadi dasar penetapan
Keputusan.
(2) Pemberian alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan jika Keputusan tersebut diikuti dengan
penjelasan terperinci.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga dalam hal pemberian alasan terhadap
keputusan Diskresi.
Pasal 56
(1) Keputusan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan
Keputusan yang tidak sah.
(2) Keputusan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b dan huruf c
merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.
Pasal 58
(1) Setiap Keputusan harus
mencantumkan batas waktu mulai dan berakhirnya Keputusan, kecuali yang ditentukan
lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Batas waktu berlakunya
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar Keputusan dan/atau dalam Keputusan itu
sendiri.
(3) Dalam hal batas waktu
keberlakuan suatu Keputusan jatuh pada hari Minggu atau hari libur nasional, batas
waktu tersebut jatuh pada hari kerja berikutnya.
(4) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku jika kepada pihak yang berkepentingan telah
ditetapkan batas waktu tertentu dan tidak dapat diundurkan.
(5) Batas waktu yang telah
ditetapkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam suatu Keputusan dapat
diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Keputusan tidak dapat berlaku
surut, kecuali untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan/atau terabaikannya
hak Warga Masyarakat.
Pasal 59
(1) Keputusan yang memberikan hak
atau keuntungan bagi Warga Masyarakat dapat memuat syarat-syarat yang tidak
bertentangan dengan hukum.
(2) Syarat-syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa ketentuan mulai dan berakhirnya:
a. Keputusan
dengan batas waktu;
b. Keputusan
atas kejadian pada masa yang akan datang;
c. Keputusan
dengan penarikan;
d. Keputusan
dengan tugas; dan/atau
e. Keputusan
yang bersifat susulan akibat adanya perubahan fakta dan kondisi hukum.
Pasal 60
(1) Keputusan memiliki daya
mengikat sejak diumumkan atau diterimanya Keputusan oleh pihak yang tersebut
dalam Keputusan.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan
waktu pengumuman oleh penerima Keputusan, daya mengikat Keputusan sejak
diterimanya.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan
bukti waktu penerimaan antara pengirim dan penerima Keputusan, mengikatnya
Keputusan didasarkan pada bukti penerimaan yang dimiliki oleh penerima
Keputusan, kecuali dapat dibuktikan lain oleh pengirim.
Pasal 61
(1) Setiap Keputusan wajib
disampaikan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan kepada pihak-pihak yang
disebutkan dalam Keputusan tersebut.
(2) Keputusan dapat disampaikan
kepada pihak yang terlibat lainnya.
(3) Pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kuasa secara tertulis kepada pihak lain
untuk menerima Keputusan.
Pasal 62
(1) Keputusan dapat disampaikan
melalui pos tercatat, kurir, atau sarana elektronis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus segera disampaikan kepada yang bersangkutan atau paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak ditetapkan.
(3) Keputusan yang ditujukan bagi
orang banyak atau bersifat massal disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak ditetapkan.
(4) Keputusan yang diumumkan
melalui media cetak, media elektronik, dan/atau media lainnya mulai berlaku paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditetapkan.
(5) Dalam hal terjadi
permasalahan dalam pengiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan harus memberikan bukti tanggal
pengiriman dan penerimaan.
Pasal 63
(1) Keputusan dapat dilakukan
perubahan apabila terdapat:
a. kesalahan
konsideran;
b. kesalahan
redaksional;
c. perubahan
dasar pembuatan Keputusan; dan/atau
d. fakta baru.
(2) Perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan mencantumkan alasan objektif dan memperhatikan
AUPB.
(3) Keputusan perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat ditetapkan oleh Pejabat Pemerintahan
yang menetapkan surat keputusan dan berlaku sejak ditetapkannya Keputusan
perubahan tersebut.
(4) Keputusan perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
ditemukannya alasan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Keputusan perubahan tidak
boleh merugikan Warga Masyarakat yang ditunjuk dalam Keputusan.
Pasal 64
(1) Keputusan hanya dapat
dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat:
a. wewenang;
b. prosedur;
dan/atau
c. substansi.
(2) Dalam hal Keputusan dicabut,
harus diterbitkan Keputusan baru dengan mencantumkan dasar hokum pencabutan dan
memperhatikan AUPB.
(3) Keputusan pencabutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan:
a. oleh
Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan;
b. oleh Atasan
Pejabat yang menetapkan Keputusan; atau
c. atas
perintah Pengadilan.
(4) Keputusan pencabutan yang
dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dan Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja
sejak ditemukannya dasar pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.
(5) Keputusan pencabutan yang
dilakukan atas perintah Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
dilakukan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak perintah Pengadilan
tersebut, dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.
Pasal 65
(1) Keputusan yang sudah
ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi menimbulkan:
a. kerugian
negara;
b. kerusakan
lingkungan hidup; dan/atau
c. konflik
sosial.
(2) Penundaan Keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
a. Pejabat
Pemerintahan yang menetapkan Keputusan; dan/atau
b. Atasan
Pejabat.
(3) Penundaan Keputusan dapat
dilakukan berdasarkan:
a. Permintaan
Pejabat Pemerintahan terkait; atau
b. Putusan
Pengadilan.
Pasal 66
(1) Keputusan hanya dapat dibatalkan apabila terdapat cacat:
a. wewenang;
b. prosedur; dan/atau
c. substansi.
(2) Dalam hal Keputusan dibatalkan, harus ditetapkan Keputusan yang baru dengan mencantumkan dasar hukum pembatalan dan memperhatikan AUPB.
(3) Keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
a. Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan;
b. Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan; atau
c. atas putusan Pengadilan.
(4) Keputusan pembatalan yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dan Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditemukannya alasan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berlaku sejak tanggal ditetapkan Keputusan pembatalan.
(5) Keputusan pencabutan yang dilakukan atas perintah Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak perintah Pengadilan tersebut, dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.
(6) Pembatalan Keputusan yang menyangkut kepentingan umum wajib diumumkan melalui media massa.
Pasal 67
(1) Dalam hal Keputusan
dibatalkan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan menarik kembali semua dokumen,
arsip, dan/atau barang yang menjadi akibat hukum dari Keputusan atau menjadi
dasar penetapan Keputusan.
(2) Pemilik dokumen, arsip,
dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembalikannya kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menetapkan pembatalan Keputusan.
Pasal 68
(1) Keputusan berakhir apabila:
a. habis masa
berlakunya;
b. dicabut
oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang;
c. dibatalkan
oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan putusan Pengadilan; atau
d. diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal berakhirnya
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Keputusan dengan sendirinya
menjadi berakhir dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
(3) Dalam hal berakhirnya
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Keputusan yang dicabut tidak
mempunyai kekuatan hukum dan Pejabat Pemerintahan menetapkan Keputusan
pencabutan.
(4) Dalam hal berakhirnya
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pejabat Pemerintahan harus
menetapkan Keputusan baru untuk menindaklanjuti keputusan pembatalan.
(5) Dalam hal berakhirnya
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Keputusan tersebut berakhir
dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dapat mengubah Keputusan atas permohonan Warga Masyarakat terkait,
baik terhadap Keputusan baru maupun Keputusan yang pernah diubah, dicabut,
ditunda atau dibatalkan dengan alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat
(1), Pasal 64 ayat (1), Pasal 65 ayat (1), dan Pasal 66 ayat (1).
Pasal 70
(1) Keputusan dan/atau Tindakan
tidak sah apabila:
a. dibuat oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang tidak berwenang;
b. dibuat oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang melampaui kewenangannya; dan/atau
c. dibuat oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bertindak sewenang-wenang.
(2) Akibat hukum Keputusan
dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi:
a. tidak
mengikat sejak Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan; dan
b. segala
akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada.
(3) Dalam hal Keputusan yang
mengakibatkan pembayaran dari uang negara dinyatakan tidak sah, Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan wajib mengembalikan uang ke kas negara.
Pasal 71
(1) Keputusan dan/atau Tindakan
dapat dibatalkan apabila:
a. terdapat
kesalahan prosedur; atau
b. terdapat
kesalahan substansi.
(2) Akibat hukum Keputusan
dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. tidak
mengikat sejak saat dibatalkan atau tetap sah sampai adanya pembatalan; dan
b. berakhir
setelah ada pembatalan.
(3) Keputusan pembatalan
dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dan/atau Atasan Pejabat dengan menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan baru dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan atau berdasarkan
perintah Pengadilan.
(4) Penetapan Keputusan baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi kewajiban Pejabat Pemerintahan.
(5) Kerugian yang timbul akibat
Keputusan dan/atau Tindakan yang dibatalkan menjadi tanggung jawab Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Pasal 73
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang menetapkan Keputusan berwenang untuk melegalisasi salinan/fotokopi
dokumen Keputusan yang ditetapkan.
(2) Legalisasi salinan/fotokopi
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan lain yang diberikan wewenang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan atau pengabsahan oleh notaris.
(3) Legalisasi Keputusan tidak
dapat dilakukan jika terdapat keraguan terhadap keaslian isinya.
(4) Tanda Legalisasi atau
pengesahan harus memuat:
a. pernyataan
kesesuaian antara dokumen asli dan salinan/fotokopinya; dan
b. tanggal, tanda
tangan pejabat yang mengesahkan, dan cap stempel institusi atau secara
notarial.
(5) Legalisasi salinan/fotokopi
dokumen yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak dipungut
biaya.
Pasal 75
(1) Warga Masyarakat yang dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dapat mengajukan Upaya Administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
(2) Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. keberatan; dan
b. banding.
(3) Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan, kecuali:
a. ditentukan lain dalam undang-undang; dan
b. menimbulkan kerugian yang lebih besar.
(4) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib segera menyelesaikan Upaya Administratif yang berpotensi membebani keuangan negara.
(5) Pengajuan Upaya Administratif tidak dibebani biaya.
Pasal 76
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan berwenang menyelesaikan keberatan atas Keputusan dan/atau Tindakan
yang ditetapkan dan/atau dilakukan yang diajukan oleh Warga Masyarakat.
(2) Dalam hal Warga Masyarakat
tidak menerima atas penyelesaian keberatan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Warga Masyarakat dapat mengajukan banding kepada
Atasan Pejabat.
(3) Dalam hal Warga Masyarakat
tidak menerima atas penyelesaian banding oleh Atasan Pejabat, Warga Masyarakat
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.
(4) Penyelesaian Upaya
Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) berkaitan dengan
batal atau tidak sahnya Keputusan dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti
rugi dan tuntutan administratif.
Pasal 77
(1) Keputusan dapat diajukan keberatan
dalam waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak diumumkannya
Keputusan tersebut oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
(2) Keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang menetapkan Keputusan.
(3) Dalam hal keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
wajib menetapkan Keputusan sesuai permohonan keberatan.
(4) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan menyelesaikan keberatan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(5) Dalam hal Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), keberatan dianggap dikabulkan.
(6) Keberatan yang dianggap
dikabulkan, ditindaklanjuti dengan penetapan Keputusan sesuai dengan permohonan
keberatan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
(7) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan sesuai dengan permohonan paling lama 5
(lima) hari kerja setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
Pasal 78
(1) Keputusan dapat diajukan
banding dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak keputusan upaya
keberatan diterima.
(2) Banding sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Atasan Pejabat yang menetapkan
Keputusan.
(3) Dalam hal banding sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikabulkan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib
menetapkan Keputusan sesuai dengan permohonan banding.
(4) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan menyelesaikan banding paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(5) Dalam hal Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan tidak menyelesaikan banding dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), keberatan dianggap dikabulkan.
(6) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan sesuai dengan permohonan paling lama 5
(lima) hari kerja setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
Pasal 87
Dengan berlakunya Undang-Undang
ini, Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
harus dimaknai sebagai:
a. penetapan tertulis yang juga
mencakup tindakan faktual;
b. Keputusan Badan dan/atau
Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara
negara lainnya;
c. berdasarkan ketentuan
perundang-undangan dan AUPB;
d. bersifat final dalam arti
lebih luas;
e. Keputusan yang berpotensi
menimbulkan akibat hukum; dan/atau
f. Keputusan yang berlaku bagi
Warga Masyarakat.
No comments:
Post a Comment