Yulianto mengatakan agar Pokja ULP memedomani ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010, dan peraturan resmi lainnya yang diatur oleh instansi berwenang seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
Hal tersebut disampaikan Yulianto menanggapi pertanyaan salah satu peserta dalam sesi diskusi acara sosialisasi Unit Layanan Pengadaan (ULP) bertemakan "Mitigasi Risiko Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah" yang digelar Biro Pembangunan Setdaprovsu di Hotel Polonia, Jalan Sudirman Medan, Selasa (31/10).
Sebelumnya seorang peserta yang juga pelaku usaha konstruksi, Hendri Situmorang, menyatakan keheranannya dalam proses tender paket pekerjaan fisik di jajaran Pemda di Sumut. Dia menyoroti gemarnya Pokja ULP di Sumut mempersyaratkan sesuatu hal yang substansinya jauh dari pekerjaan yang ditenderkan.
"Misalnya tentang pekerjaan bangunan sederhana, namun meminta ahli bangunan utama, kemudian diminta ahli lebih dari satu, padahal pagu anggarannya pun berkisar Rp 1 miliar," katanya. Menurut Hendrik, praktik seperti itu sengaja dibuat Pokja ULP untuk persekongkolan tender dan agar perintah atasan mulus terlaksana.
Sementara itu, pelaku usaha konstruksi lainnya, Hamonangan Simbolon juga menyatakan keheranannya atas kerap adanya batas akhir pemasukan penawaran tender di hari Minggu ataupun hari merah. Menurutnya, tindakan Pokja ULP itu hanyalah strategi agar tidak banyak peserta mengikuti tender. Tujuannya untuk mempermulus pengaturan pemenang.
Dia juga menyoroti gampangnya Pokja ULP mengalahkan peserta tender hanya dari metode pelaksanaan. Menurutnya metode pelaksanaan bukanlah sesuatu hal yang baku, namun tergantung daripada pekerjaan di lapangan. Hanya saja dibuat metode berdasarkan spesifik pekerjaan yang ditenderkan.
Peserta lainnya, Rikson Sibuea yang juga Ketua DPD Asosiasi Kontraktor Nasional (Askonas) Sumut, menyarankan agar dibahas lebih mendalam proses pengadaan barang dan jasa dalam bentuk fokus diskusi dengan menghadirkan para stakeholder terkait, mulai dari unsur pemerintah, kontraktor dan asosiasi, Pokja ULP, para kepala daerah dan aparat penegak hukum serta perguruan tinggi.
"Dengan begitu, pembahasan terarah dan ada dihasilkan yang dirumuskan secara bersama-sama untuk kemudian disepekati menjadi pola pelaksanaan barang dan jasa pemerintah dengan tetap memedomani ketentuan pengadaan barang dan jasa yang ada serta ketentuan terkait lainnya," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Yulianto mengatakan agar batas akhir pemasukan penawaran tidak dilakukan pada hari libur. "Sebaiknya memang di hari kerja, ini untuk menjamin terjaringnya kontraktor yang memenuhi persyaratan guna ditetapkan menjadi pemenang," katanya.
Yulianto juga sepakat agar metode pelaksanaan tidak satu-satunya digunakan Pokja ULP untuk penentuan pemenang tender, tetapi lebih pada prinsip kewajaran harga, kemampuan penyedia jasa berdasarkan pengalaman serta kelengkapan peralatan pendukung dan sumber daya manusia.
Terkait agar adanya forum diskusi yang lebih terarah untuk pembahasan pengadaan barang dan jasa, Yulianto mengatakan sependapat. Dia mencontohkan beberapa daerah yang mulai melaksanakannya, seperti di Kupang, NTT.
Kemudian Raja Sahnan dari Biro Pembangunan Setdaprovsu yang juga moderator pada sosialisasi itu mengatakan akan menjadi perhatian pihaknya ke depan dalam melaksanakan acara yang sama. "Namun memang sejatinya sudah mulai kita terapkan di sosialisasi ini," tegas Raja Sahnan.
Sumber: http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2017/11/01/324664/lkpp_syarat_tender_tidak_boleh_berlebihan/
No comments:
Post a Comment