Pengaduan atau dianggap sebagai pengaduan dalam tender jasa konstruksi diatur dalam Pasal 107 dan Pasal 108 serta dalam Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia (untuk selanjutnya disingkat dengan PM PUPR 14/2020).
Mengacu pada PM PUPR 14/2020 diatas, bentuk pengaduan ada dua macam:
- Murni Pengaduan
- Dianggap sebagai pengaduan
Kedua bentuk pengaduan tersebut tindak lanjutnya sama yakni ditindaklanjuti sebagai pengaduan tetapi tata cara penyampaiannya berbeda.
Yang namanya pengaduan, itu hanya boleh diajukan oleh peserta tender yang memasukkan penawaran setelah dilakukan sanggah banding dan sanggah bandingnya ditolak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 108 PM PUPR 14/2020 yang bunyinya sebagai berikut:
“Peserta yang memasukkan penawaran dalam Tender Pekerjaan Konstruksi hanya dapat mengajukan pengaduan dalam hal jawaban atas sanggah banding telah diterima oleh peserta.”
Dalam PM PUPR 14/2020 tidak disebutkan kepada siapa pengaduan disampaikan. Dengan demikian kita harus mengacu kepada aturan yang lebih tinggi yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, yang dalam Pasal 22 disebutkan bahwa “pengaduan disampaikan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya”.
Selanjutnya kita bahas tentang “yang dianggap pengaduan”.
Pasal 107 Ayat (3) PM PUPR 14/2020 menyebutkan:
“Sanggah banding yang:
a. pengajuannya disampaikan bukan kepada KPA; atau
b. disampaikan diluar masa sanggah banding, dianggap dan diproses sebagai pengaduan.
Dan dalam Lampiran PM PUPR 14/2020 juga disebutkan:
Sanggahan dianggap sebagai pengaduan, dalam hal:
a. sanggahan disampaikan tidak melalui aplikasi SPSE (offline), kecuali keadaan kahar atau gangguan teknis;
b. sanggahan ditujukan bukan kepada Pokja Pemilihan; atau
c. sanggahan disampaikan diluar masa sanggah.
Sanggahan yang dianggap sebagai pengaduan diproses sebagaimana penanganan pengaduan.
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 107 Ayat (3) PM PUPR 14/2020 dan Lampirannya tidak perlu dijelaskan lagi karena sudah cukup jelas dan tidak ada multi tafsir.
Perlu kita pahami bahwa surat atau keberatan yang disampaikan oleh peserta tender yang memasukkan penawaran baru bisa dianggap sebagai pengaduan jika memenuhi beberapa syarat, yaitu:
Pertama, format suratnya. Dalam hal ini perihal suratnya harus berupa sanggah atau sanggah banding.
Kedua, jika suratnya berupa sanggah maka jangan ditujukan kepada Pokja Pemilihan dan jika suratnya berupa sanggah banding maka jangan ditujukan kepada KPA.
Ketiga, jika sanggah ditujukan kepada Pokja Pemilihan maka penyampaiannya tidak boleh dilakukan dalam masa sanggah, atau disampaikan tidak melalui aplikasi SPSE (offline).
Keempat, jika sanggah banding ditujukan kepada KPA maka penyampaiannya tidak boleh dilakukan dalam masa sanggah banding.
Kelima, dalam hal sanggah banding, perlu diingat bahwa yang namanya sanggah banding, itu harus ada jaminannya. Dalam hal ini, baru dianggap sebagai pengaduan jika sanggah bandingnya disertai dengan jaminan sanggah banding yang disampaikan selain kepada KPA.
Jika kelima syarat terkait diatas telah terpenuhi maka sanggahan atau sanggah banding dari peserta tender yang memasukkan penawaran, akan dianggap sebagai pengaduan dan akan diproses sebagaimana penanganan pengaduan.
Demikian, semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment