Gubernur/Wakil Gubernur Aceh bisa diberhentikan apabila melanggar sumpah jabatan, kewajiban dan larangan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Berikut ini sumpah jabatan, kewajiban dan larangan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh:
1. Sumpah Jabatan:
“Demi Allah, Saya Bersumpah” Akan Memenuhi Kewajiban Saya Sebagai Gubernur/Wakil Gubernur Aceh, Dengan Sebaik-Baiknya Dan Seadil-Adilnya, Memegang Teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Menjalankan Segala Undang-Undang Dan Peraturannya Dengan Selurus-Lurusnya Serta Berbakti Kepada Masyarakat Nusa Dan Bangsa.
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan kedaulatan, dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjalankan syari’at agamanya;
c. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
d. memelihara ketenteraman umum dan ketertiban masyarakat;
e. melaksanakan kehidupan demokrasi;
f. melaksanakan prinsip dan tata pemerintahan yang bersih, baik, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
g. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan Aceh dan kabupaten/kota secara transparan;
h. menyampaikan rencana penyelenggaraan Pemerintahan Aceh di hadapan paripurna DPRA; dan
i. menjalin hubungan kerja dengan instansi pemerintah.
3. Larangan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh (Pasal 47 UU PA):
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politik yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain;
b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik negara, milik swasta maupun milik pemerintah Aceh, atau dalam yayasan bidang apa pun;
c. melakukan pekerjaan lain yang berhubungan dengan jabatan yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung;
d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;
e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf k.
f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatan; dan
g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRA sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Gubernur/Wakil Gubernur Aceh bisa diberhentikan jika DPRA berpendapat bahwa Gubernur/Wakil Gubernur Aceh telah melanggar sumpah jabatan, tidak melaksanakan kewajiban Gubernur/Wakil Gubernur, dan/atau melanggar larangan bagi Gubernur/Wakil Gubernur.
Pendapat DPRA tersebut harus diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRA yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRA dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRA yang hadir.
Selanjutnya, Pendapat DPRA tersebut dibawa ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPRA paling lama 30 hari setelah permintaan DPRA itu diterima oleh Mahkamah Agung dan putusan Mahkamah Agung bersifat final.
Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terbukti melanggar sumpah jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRA menyelenggarakan rapat paripurna DPRA yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRA dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRA yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur Aceh kepada Presiden. Presiden wajib memproses usul pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak DPRA menyampaikan usul.
Demikianlah tata cara pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur Aceh yang diatur dalam Pasal 48 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Mengingat anggota DPRA pendukung Plt Gubernur yang berasal dari Partai Demokrat hanya 10 orang, atau tidak mencapai 1/3 dari total anggota DPRA yang berjumlah 81 orang, bahwa jumlah tersebut tidak bisa menghambat rapat paripurna DPRA yang harus dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota DPRA, maka jabatan Plt Gubernur Aceh sangat rentan diberhentikan. Saran saya kepada Plt Gubernur supaya selalu menjaga keharmonisan dan hubungan baik dengan DPRA dalam menjalankan roda pemerintahan.
Saran yang bagus...keharmonisan harus tetap di jaga dan tetap dalam koridor hukum yang berlaku, kedepankan kepentingan publik, tidak ada yang jago atau hebat...luruskan niat, APBA jadi harapan Rakyat untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi covid19...laksanakan amanah dengan ikhlas...
ReplyDeleteBetul Pak. Pemerintah Aceh, itu Gubernur dan DPRA. Sudah seharusnya mereka harmonis.
Delete